TUGAS
SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BAB
I
“
NEGARA DAN INDONESIA “
Disusun
oleh :
NAMA : SITI NURHAYATI
NPM : 18211856
KELAS : 2EA27
MATAKULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DOSEN : SRI WALUYO
Program Sarjana S1 Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
saya waktu, kesempatan dan juga ilmu dalam menyelesaikan tugas softskill ini.
Dan tidak lupa saya ucapan terima kasih kepada para narasumber informasi yang
saya dapatkan dari internet. Serta saya haturkan terima kasih kepada Bpk. Sri
Waluyo selaku dosen pembimbing kami.
Dalam penyusunan tugas softskill dengan kerja keras dan juga bantuan dari
berbagai pihak, saya berusaha untuk memberikan hasil yang maksimal dalam
menggali informasi. Walaupun di dalam pembuatannya saya menghadapi kesulitan
dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran membangun sangat saya butuhkan untuk dapat
menyempurnakannya di masa mendatang.
Adapun tujuan dari penyusunan tugas softskill ini adalah untuk lebih
mengetahui tentang pembahasan “ NEGARA DAN INDONESIA “dengan harapan dapat memberikan manfaat
serta menambah ilmu pengetahuan dan semangat bagi Mahasiswa dan juga para
pembaca untuk dapat berupaya mencintai dan membangun bangsa indonesia .
Bekasi, Mei
2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR 2
DAFTAR
ISI 3 BAB
I PENDAHULUAN 4
I.1 LATAR BELAKANG 4
I.2 RUMUSAN MASALAH 4
I.3 TUJUAN PENULISAN 4
BAB II PEMBAHASAN 5
II.1 PENGERTIAN DAN
PROSES TERBENTUKNYA SUATU NEGARA 5
II.2 SEJARAH BERDIRINYA
BANGSA INDONESIA 8
II.3 TUJUAN BANGSA
INDONESIA 16
II.4 HAK DAN KEWAJIBAN
WARGA NEGARA INDONESIA 17
BAB III PENUTUP 20
III.1 SARAN DAN KESIMPULAN 20
III.2 DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
LATAR BELAKANG
Negara adalah suatu wilayah di
permukaan bumi yang
kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur
oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu
wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu
di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent.Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.
Sedangkan istilah susunan negara ditujukan untuk menentukan apakah negara itu merupakan negara (1) kesatuan, (2) federasi atau (3) konfederasi. Contoh negara kesatuan adalah Republik Indonesia, dan ini jelas terdapat dalam UUD 1945 pasal 1, “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
I.II
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian dan proses terbentuknya suatu Negara
2.
Sejarah berdirinya bangsa Indonesia
3.Tujuan
bangsa Indonesia
4.Hak
dan kewajiban warga Negara Indonesia
I.III
TUJUAN PENULISAN
Selain
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah softskill pendidikan kewarganegaraan
makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pengertian suatu
Negara dan Indonesia sehingga kita dapat mencintai dan membangun bangsa ini
untuk kesejahteraan warga Negara indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara menurut
para ahli
Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan
dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi
kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan
kemerdekaan universal
Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah.
Rifhi Siddiq
Negara adalah satu kesatuan yang
berdaulat yang mempunyai kemampuan untuk memaksa, memonopoli, menguasai hal-hal
yang berkaitan tentang kepentingan orang banyak yang terdapat di wilayahnya.
Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang
timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
Prof. Farid S.
Negara adalah Suatu wilayah merdeka
yang mendapat pengakuan negara lain serta memiliki kedaulatan.
Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang
yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi
manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang
sama.
Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi manyarakat
yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya
sebagai sebuah kedaulatan.
Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga
mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya,
dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
PROSES TERBENTUKNYA SUATU
NEGARA
Suatu negara akan sealu berkembang seiring dengan perkembangan
masyarakatnya. Negara tidak bersifat statis, akan tetapi terus berevolusi.
Kenneth Waltz (1979), mengungkapkan bahwa Negara merupakan penggabungan dari
berbagai individu yang berinteraksi satu sama lain untuk memaksimalkan
kepentingan mereka sendiri. Asal terbentuknya sebuah negara adalah individu
yang memiliki persamaan ide dan kepentingan dengan individu lainnya.
Sebuah negara terbentuk setelah manusia meninggalkan cara hidup
nomaden dan kemudian mulai menetap di suatu wilayah. Pada awalnya, berdirinya
suatu negara sangat berkaitan erat dengan Dinasti. Untuk ukuran negara modern,
negara dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan masyarakat, wilayah,
pemerintahan yang berkuasa, serta mengurusi tata tertib serta kelemahan
masyarakat. Unsur utamanya adalah masyarakat, wilayah dan pemerintahan. Di
negara modern, masyarakatlah yang dijadikan sebagai penentu masa depan suatu
negara.
Whebelt (1970) membagi morfolofi wilayah negara menjadi tiga
bagian, yaitu: Model dunia lama, model dunia baru, dan model dunia ketiga.
Model dunia lama, merupakan negara yang dibentuk berdasarkan kesamaan etnis
yang melakukan perluasan wilayah. Persamaan etnis yang kemudian mendasari
kelompok individu ini untuk membuat sebuah wilayah sendiri yang pada akhirnya
menimbulkan perbatasan secara etnis dan politik. Model dunia baru, merupakan
negara yang terbentuk tapi sama sekalit idak ada hubungannya dengan kelompok
etnis. Negara ini berkembang karena memaksimalkan fungsi ekonomis dan
geografisnya. Batas-batas negara ditentukan secara geografis dan didirikan di
tempat-tempat yang strategis. Contoh negara yang tergolong model dunia baru
adalah Amerika, Australida dan Kanada. Sedangkan, model dunia ketiga, terbetuk
dengan latar belakang budaya dan sejarah masing-masing negara. Pada masa
penjajahan, pusat ekonomi berada pada negara-negara hasil penjajahan ini yang
baru saja merdeka. Batas-batas geografis negara dan pengelompokan etnis
dipengaruhi oleh pengalaman masa penjajahan.
Negara model dunia ketiga ini tergolong unik, karena bediri atas
hasil pemberian penjajah. Bukan, karena hasil kekuaran masyarakat membentuk
negara. Contohnya, tidak lain adalah Indonesia. Dalam proses pembentukan sebuah
negara, terdapat integrasi dan disintegrasi negara. Integrasi negara adalah
suatu proses dimana suatu negara menyatukan dirinya dengan negara lain
berdasarkan faktor-faktor tertentu. Proses ini sedikit banyak dipengaruhi oleh
faktor politik. Contohnya, proses reunifikasi Jerman di tahun 1990 (Jerman
Timur dan Jerman Barat) yang awalnya terpecah akibat kekalahan dalam Perang
Dunia ke-2. Disintegrasi negara adalah suatu proses memisahkan diri karena
adanya perbedaan politik dengan negara asal (negara sebelumnya).
Perbedaan politik ini dilatar-belakangi oleh banyak faktor. Salah
satunya adalah perbedaan etnis, ketimpangan ekonomi, faktor kesejarahan, dan
lain sebagainya. Contoh negara yang mengalami disintegrasi adalah Timor Leste
dan Yugoslavia. Sesuai dengan pemikiran Ritter, Ratzel (1987) yang membuat
konsep negara organis (The Organic View of The State Concept) menyatakan bahwa
sebuah negara yang mmiliki wilayah dengan penduduk yang terus berkembang yang
pada akhirnya mengalami tekanan dan luas wilayah yang tidak bertambah.
Untuk membuat sebuah negara tidak mati dan tetap eksis, negara
tentu membutuhkan wilayah (living space) untuk masyarakatnya tetap hidup dan
berkembang. Segala cara akan dilakukan untuk menghidupi masyarkatnya, tidak
terkecuali mengambil wilayah orang lain dengan cara perang. Frederich Ratzel
(1987) yang mengembangkan konsep lebenstraum (living space) menyatakan bahwa
negara tidak ubahnya seperti makhluk hidup yang membutuhkan ruang hidup untuk
dapat mempertahankan dan memperjuangkan kelangsungan hidupnya.
Meskipun dalam Piagam PBB telah diperingatkan bahwa suau negara
tidak diperbolehkan untuk mengambil wilayah negara lain. Setiap negara harus
menghormti wilayah lain, akan tetapi, begitulah negara, dalam perspektif
realis. Sebuah negara akan melakukan apa saja untuk mempertahankan
keberlangsungan hidupnya sehingga cenderung memperbaiki dan memperkuat militer,
ekonomi, politik untuk membuatnya tetap aman dari ancaman negara-negara di
sekitarnya yang kapan saja dapat mengambil wilayahnya.
Pada intinya, sebuah negara tidak bisa diterima apa adanya. Dia
bisa mati, bertahan, atau justru menghilang dari peta dunia. Dalam perspektif
hubungan internasional, yang hanya selalu terpikirkan adalah negara-negara yang
kuat. Jika negara itu lemah, dia akan lenyap, begitu saja.
B. SEJARAH BERDIRINYA BANGSA INDONESIA
B. SEJARAH BERDIRINYA BANGSA INDONESIA
Kata "Indonesia" berasal dari kata dalam bahasa Latin
yaitu Indus yang berarti "Hindia" dan kata dalam bahasa Yunani nesos
yang berarti "pulau". Jadi, kata Indonesia berarti wilayah Hindia
kepulauan, atau kepulauan yang berada di Hindia, yang menunjukkan bahwa nama ini
terbentuk jauh sebelum Indonesia menjadi negara berdaulat. Pada tahun 1850,
George Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah
Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan
Melayu". Murid dari Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata
Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India.
Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak
menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische
Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië);
Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860
dalam novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik
terhadap kolonialisme Belanda).
Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan
akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya
untuk ekspresi politik. Adolf Bastian dari Universitas Berlin memasyarakatkan
nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels,
1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yaitu ketika ia mendirikan kantor berita di
Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau di tahun 1913
Proklamasi
Kemerdekaan, yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, adalah sebuah
peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia . Proklamasi, telah mengubah
perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat kebebasan. Merdeka dari
segala bentuk penjajahan.
Bagaimanakah
sesungguhnya, peristiwa yang terjadi 64 tahun yang lalu itu. Mari kita buka
kembali catatan sejarah sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Perdebatan
Proklamasi,
ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan
tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama
menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana
kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara
melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua,
sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka
tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena
itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang
terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud
membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah
yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah
badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya
Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama
sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini,
mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan
tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan”
terhadap diri Soekarno-Hatta (lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed.
1984:77-81)
Tanggal
15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung
perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno
mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi
(1984:58); Ahmad Soebardjo (1978:85-87) sebagai berikut:
Sekarang
Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata
Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan
bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. ”
Kita harus segera merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api. ”
Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan. Wikana
malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak
mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat
terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
Mendengar
kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana
sambil berkata: ” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok
itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari
!”. Hatta kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita
sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi
tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah
saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk
memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan
kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan
hal itu ?”
Namun,
para pemuda terus mendesak; ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu
diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah
menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan
rakyat itu sendiri yang memprokla masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita
yang menyata kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan
lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir
ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total
tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada
saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian
keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan
kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan
dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di
atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para
pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan.
Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah
berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak
bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya.
Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir
pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa
Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta
menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima
dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak
korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak
tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik
Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu
dari pengaruh Jepang.
Pukul
04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok
pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung
Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi (1984:60). Bung Karno marah
dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan
pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan
patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak
mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke
tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada
waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok
kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan
Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA (Pembela
Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat
sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok
letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan
demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang
yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari
arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari
penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk
menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari
segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya
keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke
Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan
kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi
secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan
tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap
berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di
sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan
Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi berada di tangan
kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi
malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya,
dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang
bergerak atau berbicara.
Waktu
suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai
berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah
saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh
pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ” Mengapa justru diambil
tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?” tanya
Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan
dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku.
Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik.
Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam
bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang
paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu
Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan
tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian
angka 17 bukanlah buatan manusia “. Demikianlah antara lain dialog antara Bung
Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi
(1984:61).
Sementara
itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana
dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus
dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk
menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan
itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo
bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput
Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar
pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan
akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00.
Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia
melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta (Marwati Djoened
Poesponegoro, ed. 1984:82-83)
Merumuskan
Teks Proklamasi
Rombongan
Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju rumah
Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih dahulu
menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah Laksamada
Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi karena sikap Maeda
sendiri yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung Karno dan
tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo (1978:60-61) melukiskan
sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda tentunya memberi kesan aneh bagi
orang-orang Indonesia itu, karena perwira Angkatan Laut ini selalu berhubungan
dengan rakyat Indonesia.
Sebagai
seorang perwira Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari
rata-rata seorang perwira Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih
tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit pikirannya. Ia
dapat berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab
atas Bukanfu di Batavia; kantor pembelian Angkatan Laut di Indonesia. Ia
tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas militernya saja, tetapi agar
dirinya dapat terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor
penerangan bagi dirinya di tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan
kepada Soebardjo. Melalui kantor inilah, yang menuntut biaya yang
tidak sedikit baginya, ia mendapatkan pengertian
tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya dari
buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk
mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia .
Pemimpin-pemimpin
terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk mengajar di asrama itu.
Doktrin-doktrin yang agak radikal dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang
militer, ia berhasil mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti
bahwa keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan
kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan kepada
para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting bagi masa
depan bangsanya.
Malam
itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda
menemui Somobuco (kepala pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura,
untuk menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura
mengatakan bahwa karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada
Sekutu, maka berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan
lagi mengubah status quo . Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah
tentara Sekutu. Berdasarkan garis kebi jakan itu, Nishimura
melarang Soekarno-Hatta mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan
Proklamasi Kemerde kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta sampai
pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicara kan soal
kemerdekaan Indonesia dengan Jepang. Mereka hanya berharap agar pihak
Jepang tidak menghalang-ha langi pelaksanaan proklamasi
kemerdekaan oleh rakyat Indonesia sendiri (Hatta, 1970:54-55).
Setelah
pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di
ruang makan rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan.
Maeda, sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai
dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan
Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta,
dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan
tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari
golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut
Soebardjo (1978:109) di ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah
malam, rumusan teks Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya
disusun. Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta
dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari
teks Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari
rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir
merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama
hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan
nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan mengenai
pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka
dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah
kelompok yang menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks
Proklamasi, kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin yang
berkumpul di ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam
menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan membacakan
rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan konsep. Soebardjo (1978:109-110)
melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara teks Proklamasi ditik, kami
menggunakan kesempatan untuk mengambil makanan dan minuman dari
ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya oleh tuan rumah kami
yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas.
Kami belum makan apa-apa, ketika
meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan dan waktu
hampir habis untuk makan sahur, makan terakhir sebelum sembahyang subuh.
Setelah kami terima kembali teks yang telah ditik, kami semuanya menuju
ke ruang besar di bagian depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi
di dalam ruangan. Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di
tengah-tengah ruangan. Sukarni berdiri di samping saya. Hatta
berdiri mendampingi Sukarno menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul
04.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka pertemuan
dini hari itu dengan beberapa patah kata.
“Keadaan
yang mendesak telah memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan
di hadapan saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara sekalian
dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan
pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing”. Kepada mereka yang hadir, Soekarno
menyarankan agar bersama-sama menandatangani naskah proklamasi
selaku wakil-wakil bangsa Indonesia . Saran itu diperkuat oleh Mohammad
Hatta dengan mengambil contoh pada “Declaration of Independence ” Amerika
Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda yang tidak
setuju kalau tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya
“budak-budak Jepang” turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni
mengusulkan agar penandatangan naskah proklamasi itu cukup dua
orang saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa
Indonesia . Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin.
Naskah
yang sudah diketik oleh Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh
Soekarno dan Mohammad Hatta. Persoalan timbul mengenai bagaimana
Proklamasi itu harus diumumkan kepada rakyat di seluruh
Indonesia , dan juga ke seluruh pelosok dunia. Di mana dan dengan cara
bagaimana hal ini harus diselenggarakan? Menurut Soebardjo (1978:113),
Sukarni kemudian memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah
diserukan untuk datang berbondong-bondong ke lapangan IKADA pada
tanggal 17 Agustus untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Akan
tetapi Soekarno menolak saran Sukarni. ” Tidak ,” kata Soekarno, ”
lebih baik dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan
Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan
orang. Untuk apa kita harus memancing-mancing insiden ? Lapangan
IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan
penguasa-penguasa militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu
bentrokan kekerasan antara rakyat dan penguasa militer yang akan
membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan terjadi. Karena itu, saya
minta saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul
10.00 pagi .” Demikianlah keputusan terakhir dari pertemuan itu.
Detik-Detik
Proklamasi
Hari
Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar
di ufuk timur. Embun pagi masih menggelantung di tepian daun. Para pemimpin
bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi
kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah
sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari
itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00
pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja
pada pers dan kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi
dan menyebarkannya ke seluruh dunia (Hatta, 1970:53).
Menjelang
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup
sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk
mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan beberapa
pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk
mempersiapkan satu tiang bendera. Karena situasi yang tegang, Suhud tidak
ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang bendera dari besi
yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang bambu yang berada di
belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi tali. Lalu ditanam
beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera yang dijahit
dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah disiapkan.
Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran
tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.
Sementara
itu, rakyat yang telah mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa
pemuda dan rakyat yang berbaris teratur. Beberapa orang tampak gelisah,
khawatir akan adanya pengacauan dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi,
Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu Soekarno terserang sakit,
malamnya panas dingin terus menerus dan baru tidur
setelah selesai merumuskan teks Proklamasi. Para undangan telah banyak
berdatangan, rakyat yang telah menunggu sejak pagi, mulai tidak sabar
lagi. Mereka yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar
Proklamasi segera dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung
Karno untuk segera membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak
mau membacakan teks Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit
sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih
dan langsung menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan Mohammad Hatta,
Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga
mengenakan stelan putih-putih. Kemudian keduanya menuju tempat upacara
Marwati
Djoened Poesponegoro (1984:92-94) melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi
itu. Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief
Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi
aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi
untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief
kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa
langkah mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan
pidato pendahuluan singkat sebelum membacakan teks proklamasi.
“Saudara-saudara
sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu
peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa
Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah
beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu
ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah
cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan
nasional tidak berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita
menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita
menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan
nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa
yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat
berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah
dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan
itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya
untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara!
Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi
kami: PROKLAMASI; Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan
Indonesia . Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain,
diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta , 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.
Demikianlah
saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi
yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini
kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara
Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan
memberkati kemerdekaan kita itu”. (Koesnodiprojo, 1951).
Acara,
dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju
beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang
dua meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan
bendera, dia menolak: ” lebih baik seorang prajurit ,” katanya. Tanpa ada yang
menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil maju
ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera dari atas
baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali
dibantu oleh Latief Hendraningrat.
Bendera
dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat
sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang.
Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari
Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah
upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi (1984:77)
mengemukakan bahwa ada sepasukan barisan pelopor yang berjumlah
kurang lebih 100 orang di bawah pimpinan S. Brata, memasuki halaman
rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang penuh
kecewa S. Brata meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi
sekali lagi. Mendengar teriakan itu Bung Karno tidak
sampai hati, ia keluar dari kamarnya. Di depan corong
mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku
untuk selama-lamanya. Mendengar keterangan itu Brata belum merasa
puas, ia meminta agar Bung Karno memberi amanat singkat. Kali ini
permintaannya dipenuhi. Selesai upacara itu rakyat masih belum mau
beranjak, beberapa anggota Barisan Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di
depan kamar Bung Karno.
Tidak
lama setelah Bung Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga
orang pembesar Jepang. Mereka diperintahkan menunggu di ruang belakang,
tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk apa mereka datang.
Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung Karno sudah memakai
piyama ketika Sudiro masuk, sehingga terpaksa berpakaian
lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan Bung Karno: ”
Kami diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk melarang Soekarno
mengucapkan Proklamasi .” ” Proklamasi sudah saya ucapkan,” jawab Bung
Karno dengan tenang. ” Sudahkah ?” tanya utusan Jepang itu keheranan. ” Ya,
sudah !” jawab Bung Karno. Di sekeliling utusan Jepang itu, mata
para pemuda melotot dan tangan mereka sudah diletakkan di atas golok
masing-masing. Melihat kondisi seperti itu, orang-orang Jepang itu pun segera
pamit. Sementara itu, Latief Hendraningrat tercenung memikirkan
kelalaiannya. Karena dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN
untuk mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang
plat filmnya tinggal tiga lembar (saat itu belum ada rol film). Sehingga dari
seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada tiga;
yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran
bendera, dan sebagian foto hadirin yang menyaksikan peristiwa
itu.
Peristiwa
besar bersejarah yang telah mengubah jalan sejarah bangsa Indonesia
itu berlangsung hanya satu jam, dengan penuh kehidmatan. Sekalipun
sangat sederhana, namun ia telah membawa perubahan yang luar
biasa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia . “Gema lonceng
kemerdekaan” terdengar ke seluruh pelosok Nusantara dan
menyebar ke seantero dunia. Para pemuda, mahasiswa, serta
pegawai-pegawai bangsa Indonesia pada jawatan-jawatan perhubungan yang penting
giat bekerja menyiarkan isi proklamasi itu ke seluruh pelosok negeri.
Para wartawan Indonesia yang bekerja pada kantor berita Jepang Domei ,
sekalipun telah disegel oleh pemerintah Jepang, mereka berusaha
menyebarluaskan gema Proklamasi itu ke seluruh dunia.
C.
TUJUAN BANGSA INDONESIA
Setiap
warga negara seharusnya tahu
tujuan negara Republik Indonesia yaitu
tujuan negara Republik Indonesia yaitu
1.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Pertama
kali UUD 45 berlaku antara tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 29 Desember
1949.
Sesudah itu berlaku UUD Sementara.
Kemudian UUD 45 berlaku kembali pada tanggal 5 Juli 1959, setelah keluar Dekrit Presiden RI yang mencabut UUD Sementara.
Sesudah itu berlaku UUD Sementara.
Kemudian UUD 45 berlaku kembali pada tanggal 5 Juli 1959, setelah keluar Dekrit Presiden RI yang mencabut UUD Sementara.
UUD
45 terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh 37 pasal dan 4 pasal aturan tambahan
serta 2 ayat aturan peralihan.
Pembukaan UUD 45 pada hakekatnya adalah Piagam Jakarta yang sebagian isinya telah diubah untuk mengakomodasi tuntutan kelompok non muslim.
Piagam Jakarta merupakan hasil rumusan bersama Panitia Penyelidik Persiapan Kemerdekaan.
Pembukaan UUD 45 pada hakekatnya adalah Piagam Jakarta yang sebagian isinya telah diubah untuk mengakomodasi tuntutan kelompok non muslim.
Piagam Jakarta merupakan hasil rumusan bersama Panitia Penyelidik Persiapan Kemerdekaan.
Piagam
ini ditandatangani tanggal 22 Juni 1945 oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr.
A.A Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakkir, H. Agus Salim, Mr.
Ahmad Soebardjo, Wahid Hasyim dan Mr. Muh. Yamin.
Tujuan
diproklamirkannya kemerdekaan dan dibentuknya Negara Republik Indonesia
tercantum di dalam Pembukaan UUD 45.
D.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN UUD 45
Menurut
Prof. Dr. Notonagoro:
Hak
adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun
juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya..
Hak
dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi
terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang
layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan
kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah
dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban.
Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan
tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya
seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika
keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Untuk
mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui
posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan
kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan
kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang
berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan
masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan
pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena
para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita
karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada
memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan
haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus
bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak
dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana
telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga
negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam
undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat
demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara
dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih
baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang.
Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat
kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA :
1.
Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan
negara pada umumnya berupa peranan (role).
2.
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia
tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945
Hak
Warga Negara Indonesia :
·
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak :
“Tiap warga negara berhak ataspekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
·
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan:
“setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”(pasal 28A).
·
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
·
Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”
·
Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi
·
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan
hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
·
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
(pasal 28C ayat 2).
·
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D
ayat 1).
·
Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak,
·
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat
1).
Kewajiban Warga
Negara Indonesia :
·
Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat
(1) UUD 1945 berbunyi :
segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
·
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal
27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
·
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.
Pasal 28J ayat 1 mengatakan :Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia
orang lain
·
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.”
·
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Hak dan Kewajiban
telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :
·
Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat
mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
·
Pasal 27,
ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalamhukum dan
pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2),
taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
·
Pasal 28,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
·
Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara
untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan
lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
BAB III
PENUTUP
III.1
SARAN DAN KESIMPULAN
Mewujudkan suatu negara yang sempurna
sangatlah sulit. Dibutuhkannya seorang pemimpin yang baik dan bertanggung
jawab, wilayah strategis yang kaya akan sumber daya alam, penduduk yang
bernasionalisme tinggi dan pemerintahan yang profesional dan berdaulat.Untuk tercapainya cita-cita suatu negara, yang paling utama tentu saja adalah adanya niat yang besar untuk membangun negara secara idealis dan utopis. Memahami nilai-nilai suatu negara diperlukan pembelajaran, yaitu belajar dari pengalaman dan kesalahan negara-negara yang sekarang telah menjadi pemegang kuasa global. Dalam usaha mewujudkan cita-cita negara, kadang kita mengalami kegagalan dan penghambatan dimana-mana, tetapi itu bukan alasan bagi kita bangsa Indonesia untuk melemahkan niat dan tekad kita untuk terus berusaha agar Tanah Air dapat berjaya kembali.
Suatu saat, saya yakin bahwa Indonesia akan sembuh dari ‘penyakit-penyakit’nya dan bangkit kembali, Merah-Putih akan berkibar dengan gagah, globalisasi ideologi Pancasila di seluruh dunia dan Macan Asia akan kembali kedalam masa kejayaan!
III.II DAFTAR PUSTAKA
Dedi
Karsono 1999, Kewiraan, Tinjauan Strategis Dalam Berbangsa dan Bernegara,
Penerbit PT. Grasindo, Jln. Palmerah Selatan 22-28, Jakarta 10270
Ahmad
Kosasih Djahiri,Pancasila sebagai ideologi bangsa,Jakarta: Prenada Media,2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar